Minggu, 15 Februari 2009

Sujud Sutrisno, Pengamen Agung Indonesia


Pengamen paling legendaris, tak berlebihan, jika kita beri sebutan itu pada Sujud Sutrisno. Pria kelahiran 22 September 1953 ini sudah ngamen sejak 1964, saat ia masih belasan tahun. Hingga kini, warga Notoyudan GT II/1175 Yogyakarta ini masih setia dengan profesinya itu. Berbekal kendang, Sujud keluar masuk kampung menjual kemampuannya, main kendang dan nyanyi.

Padahal, mantan anggota Teater Alam ini terbilang sebagai seniman yang cukup kondang. Ia pernah tampil sepanggung dengan musisi kelas dunia.
Namun Sujud tetaplah Sujud. Tak menghalangi gengsinya untuk menjalankan pekerjaan rutinnya itu, walau berbagai penghargaan telah ia terima.

SANGAT pantas jika Kua Etnika menobatkan Sujud sebagai "Pengamen Agung Indonesia". Nama pengamen itu begitu populer di kampung-kampung di Yogyakarta. Sujud punya jadwal untuk mendatangi langganannya. Meski profesinya pengamen, namun Sujud punya istilah sendiri untuk pekerjaannya itu. Yaitu PPRT alias penarik pajak rumah tangga.
Ia tak pernah memasang tarif. Berapa pun yang diberikan tuan rumah, diterimanya. Tak dikasih, no problem. Padahal, jika tampil untuk acara komersial, Sujud mematok Rp 250 ribu. "Saya harus bisa membedakan mana yang namanya ngamen dan mana penghasilan berdasar keikhlasan tuan rumah. Begitu juga bila diundang di acara 17-an, memperingati Hari Sumpah Pemuda atau kegiatan sosial lain, saya tak pasang tarif," tandasnya.
Sujud mewarisi darah seni orangtuanya. Bapaknya, Wirosuwito, ahli cokekan. Tak mengherankan bila ia juga mahir memainkan kendang. Ketika SMP, ia sudah mengamen dengan kendangnya itu. Hasilnya digunakan untuk biaya sekolah. Sayang, Sujud tak lulus SMP. Ia keluar di tengah jalan. Persoalan biaya yang menjadi kendalanya. Akhirnya Sujud keterusan menekuni profesinya sebagai pengamen.
Setelah isteri yang sangat dicintainya, Suwakidah, meninggal tahun lalu, Sujud selalu bangun pagi. Paling lambat pukul 05.30, ia pasti sudah bangun. Ia mengerjakan pekerjaan rumah tangga, seperti mencuci atau merebus air. Di rumah kontrakannya, berukuran 2x7 meter, Sujud tinggal sendirian. Untuk urusan makan, Sujud tidak masak sendiri, tapi beli di warung. Alasannya, lebih praktis.
***
SUJUD mulai berangkat kerja, setelah tugas rumah rampung. Jam kerjanya dimulai pukul 09.00 sampai 14.00. Hanya seputar wilayah Kota Yogyakarta saja yang dijelajahinya. Setiap kali masuk kampung, puluhan anak kecil selalu menyambutnya. Bahkan mereka selalu menguntit ke mana Sujud beraksi. Ada salah seorang anak yang dulu sering mengikuti Sujud, kini menjadi orang sukses di luar Jawa. Ketika mendapati Sujud masih menenteng kendang dari kampung ke kampung, orang tersebut heran.
"Saya dibilang awet muda," ucap Sujud tanpa bermaksud jumawa.
Berjam-jam berjalan kaki membuat tubuhnya jadi lelah. Bila sudah penat, ia istirahat sambil makan siang. Begitu juga pulangnya ke rumah, bila tubuh masih kuat diajak kompromi, Sujud akan jalan kaki. Tapi bila betul-betul sudah loyo, ia akan naik bus kota atau Kobutri.
Menurutnya, minimal 20 hari dalam sebulan yang digunakan untuk ngamen. Tapi itu bukan harga mati. Tergantung kondisi fisik dan job yang masuk. Sebagai pengamen kendang yang punya ciri khas, Sujud sering diundang mengisi berbagai acara. Seperti acara kampus, launching sebuah produk atau acara komersial lain. Ia pernah tampil di The First Indonesia International Drum Festival. Sempat pula nongol di acara Tembang Kenangan Indosiar.
Sujud punya alasan kenapa harus pulang siang hari. Menurutnya, ia takut mengecewakan tamu-tamu yang banyak berdatangan ke rumahnya. "Bila saya seharian pergi, tentu mereka akan kecelik. Makanya, sore hari saya gunakan untuk menerima para tamu," tandasnya.
***
NGOBROL dengan tetangga adalah kegiatan untuk mengisi waktu luang, sore harinya. Itu dilakukan setelah ia membersihkan pekarangan rumah. Malamnya, Sujud lebih banyak tinggal di rumah. Nonton televisi atau mendengarkan radio. Ia jarang sekali memanfaatkan waktu untuk menciptakan lirik lagu sebagai modal ngamennya. Katanya, ia sudah kelelahan sekali jika malam tiba.
Lagu-lagu yang dinyanyikan Sujud memang tak pernah diganti, hingga terkesan monoton. Namun kemonotonan itu justru menjadi cira khas Sujud. Orang bisa menduga lagu yang akan ditampilkan.
mata indah bola pingpong
ana gadis kecemplung genthong
arep mulih numpang andhong
tekan ngomah ketiban dondhong

Gareng Rakasiwi, pelawak yang sering memparodikan gaya dan aksi Sujud, tak menampik jika pengamen itu nantinya akan jadi pengamen yang dikenang sepanjang masa. "Bisa jadi namanya akan selegendaris Basiyo. Kelebihan Sujud terletak pada keluguannya," ujar pelawak bujang lapuk itu.
Sampai kapan Sujud akan bertahan dengan pekerjaannya itu?
Sujud yang selalu mengenakan blangkon, surjan dan kumis palsu ala Asmuni Srimulat ini mengaku akan berhenti ngamen jika kondisinya tidak memungkinkan lagi. Tapi selama masih kuat, akan terus dijalaninya.
"Jika sudah tidak ngamen, mungkin saya akan buka warung kecil-kecilan," tutur pria yang dikenal baik hati itu. (Latief/Arwan)

3 komentar:

  1. jan-jane sing nulis bloge mas sujud iki sopo yo?

    salam yo dinggo mas Sujud

    BalasHapus
  2. aku yo tau ngetutke dhek neng gone pakdhe (ngadinatan - 1979). sing getutke ncen cah cilik2....

    BalasHapus
  3. kalo mau nanggap pak sujud, kontak kemana ya?
    serius ini...
    mohon dibalas ke email saya..

    BalasHapus